Konsep Wilayatul Faqih (otoritas kepemimpinan faqih) dalam masa kegaiban Imam Mahdi didasarkan pada tiga jenis bukti besar:
1. Bukti ‘Aqaidiyyah (Teologis / Dasar Akidah)
a. Semua otoritas berasal dari Allah
- Manusia tidak punya otoritas atas manusia lain kecuali jika Allah memberikannya.
- Karena seluruh otoritas itu hierarkis dari Allah → Nabi → Imam → wakil Imam pada masa kegaiban.
Ini membentuk landasan bahwa:
jika Allah memerintahkan ketaatan, maka wajib ditaati.
b. Sunnatullah: manusia membutuhkan pemimpin
- Allah mengutus nabi untuk menuntun manusia keluar dari penyimpangan.
- Setelah nabi wafat, kebutuhan itu tidak hilang → maka ditunjuklah Imam maksum.
- Karena Imam Mahdi ghaib, maka umat tetap membutuhkan pemimpin sah yang meneruskan fungsi menjaga agama dan menegakkan hukum Allah.
Kesimpulannya:
kebutuhan kepemimpinan syar‘i adalah permanen, tidak berhenti karena Imam ghaib.
2. Bukti Riwayat (Dalil Naqli)
Terdapat riwayat-riwayat tegas dari para Imam Maksum yang menjadi landasan langsung bagi wilayatul faqih:
a. “Ulama adalah pewaris para nabi”
Menunjukkan ulama (faqih) mewarisi fungsi kenabian:
— melindungi agama,
— menjelaskan hukum,
— memimpin masyarakat.
b. Riwayat ‘Umar bin Hanzhalah dari Imam Shadiq (as):
Imam berkata bahwa:
siapa yang memahami hadis mereka, halal–haram mereka, dan hukum mereka, maka jadikan dia hakim/penguasa, karena Imam telah menjadikannya demikian.
Dan:
siapa yang tidak menerima keputusan faqih berarti menolak Imam dan menolak Allah.
Ini adalah dalil eksplisit tentang otoritas faqih dalam memimpin dan memutuskan urusan masyarakat.
3. Bukti Rasional (Dalil ‘Aqli)
a. Yang diwajibkan menegakkan hukum Allah harus memiliki otoritas
Jika Allah mewajibkan penegakan syariat pada masyarakat, maka:
Allah juga pasti memberikan kewenangan pada pihak yang mampu melaksanakannya.
Itulah para faqih:
- yang memahami hukum,
- yang mampu menegakkan syariat,
- yang mampu menjaga umat dari penyimpangan.
Maka secara logis:
Wilayatul Faqih adalah keniscayaan (darurat logis).
4. Bukti Historis dan Praktis: Masa Ghaibah Kecil
Saat Imam Mahdi melakukan ghaibah sughra, beliau menunjuk empat wakil khusus yang menangani urusan umat secara otoritatif.
Ini menunjukkan pola dan prinsip:
selama Imam ghaib, umat merujuk kepada wakil yang memenuhi syarat.
Setelah ghaibah kubra,
wakil umum itu adalah para faqih yang memenuhi syarat (adalah ijtihad, adil, dan mampu memimpin).
5. Kesepakatan Ulama dan Fikih
Semua ulama sepakat bahwa faqih memiliki otoritas dalam:
- fatwa,
- peradilan,
- urusan-urusan sosial (hisbiyah).
Perbedaan hanya pada luasnya, dan mayoritas marja mengakui:
kemungkinan wilayah umum (al-wilayah al-‘ammah) faqih yang mencakup kepemimpinan masyarakat.
6. Bukti Sosiologis-Politik: Keberhasilan Kepemimpinan Imam Khomeini
Artikel menjelaskan bahwa:
- Imam Khomeini memimpin revolusi,
- melawan kezaliman global,
- membentuk pemerintahan Islam,
- dan mendapatkan ketaatan umat.
Keberhasilannya menegakkan pemerintahan Islam menjadi bukti praktis bahwa wilayatul faqih dapat berjalan dan menghasilkan kebaikan serta kemaslahatan umat.
Ringkas Kata
Bukti kebenaran Wilayatul Faqih berdiri di atas empat fondasi:
- Aqaid: Semua otoritas berasal dari Allah → harus dilanjutkan melalui nabi → imam → faqih saat ghaib.
- Riwayat: Imam Shadiq dan para Imam lain dengan jelas memerintahkan untuk merujuk pada faqih yang memahami hukum.
- Akal: Umat butuh pemimpin yang mampu menegakkan hukum Allah, dan satu-satunya yang memenuhi syarat adalah faqih mujtahid yang adil dan kompeten.
- Sejarah: Ghaibah sughra dan revolusi Islam menunjukkan bentuk praktik nyata kepemimpinan faqih.
Dengan demikian, Wilayatul Faqih adalah keniscayaan logis, teologis, dan syar‘i selama Imam Mahdi masih dalam kegaiban besar.

Dukung Kami