Senin, November 3

Mengapa Umat Syiah Membaca Salat dalam Tiga Waktu, Padahal Al-Quran Memerintahkan Lima Waktu?

Dalam ajaran Islam, salat merupakan ibadah pokok yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim. Namun, terdapat perbedaan pandangan antara mazhab Syiah dan Sunni mengenai waktu pelaksanaan salat harian. Pertanyaan yang sering muncul adalah: Mengapa umat Syiah membaca salat dalam tiga waktu, sementara Al-Quran tampaknya memerintahkan salat dalam lima waktu? Apa alasan tidak melaksanakannya secara terpisah dalam lima waktu? Jawaban atas pertanyaan ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis yang otentik, yang menunjukkan bahwa pelaksanaan salat dalam tiga waktu diperbolehkan, meskipun membacanya dalam lima waktu lebih utama.

Pengenalan tentang Waktu Salat dalam Ajaran Syiah

Untuk memahami alasan ini, pertama-tama kita perlu mengenal waktu-waktu salat lima waktu sehari-hari. Waktu salat ditentukan berdasarkan pergerakan matahari, yaitu fajar, terbit, dan terbenamnya matahari. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai waktu salat:

  • Waktu Salat Subuh: Dimulai ketika malam berakhir dan cahaya putih di ufuk timur mulai menyebar ke atas secara perlahan, hingga matahari terbit. Setelah matahari terbit, waktu salat Subuh berakhir dan menjadi qadha jika belum dibaca.
  • Waktu Salat Zhuhur dan Ashar: Setiap salat Zhuhur dan Ashar memiliki waktu khusus dan waktu bersama.
    • Waktu khusus Zhuhur: Mulai dari zhuhur syar’i (saat matahari condong) hingga waktu yang cukup untuk membaca empat rakaat salat.
    • Waktu khusus Ashar: Mulai dari saat yang tersisa hingga matahari terbenam hanya cukup untuk membaca salat Ashar.
    • Waktu bersama: Dari akhir waktu khusus Zhuhur hingga awal waktu khusus Ashar. Pada waktu ini, salat Zhuhur dan Ashar boleh dibaca secara bersamaan tanpa jeda.
  • Waktu Salat Maghrib dan Isya: Serupa dengan Zhuhur dan Ashar.
    • Waktu khusus Maghrib: Mulai dari maghrib syar’i hingga waktu yang cukup untuk membaca tiga rakaat salat.
    • Waktu khusus Isya: Mulai dari saat yang tersisa hingga tengah malam syar’i hanya cukup untuk membaca salat Isya.
    • Waktu bersama: Dari akhir waktu khusus Maghrib hingga awal waktu khusus Isya. Pada waktu ini, salat Maghrib dan Isya boleh dibaca secara bersamaan tanpa jeda.

Menurut pandangan Syiah, setelah zhuhur syar’i tiba, salat Zhuhur boleh dibaca diikuti langsung dengan Ashar, atau Zhuhur ditunda hingga mendekati waktu khusus Ashar asal Zhuhur selesai sebelum waktu khusus Ashar dimulai. Demikian pula untuk Maghrib dan Isya. Meskipun demikian, disunnahkan membaca Zhuhur setelah zhuhur dan Ashar ketika bayangan benda sama panjang dengan bendanya sendiri. Untuk Maghrib, disunnahkan setelah maghrib syar’i, dan Isya setelah hilangnya cahaya merah di ufuk barat.

Perbedaan dengan Pandangan Sunni

Pandangan Sunni berbeda. Menurut mereka:

  • Waktu Zhuhur: Dari zhuhur syar’i hingga bayangan benda sama panjang dengan bendanya sendiri; Ashar tidak boleh dibaca pada waktu ini.
  • Waktu Ashar: Setelah itu hingga maghrib; Zhuhur tidak boleh dibaca pada waktu ini.
  • Waktu Maghrib: Dari terbenamnya matahari hingga hilangnya cahaya merah di ufuk barat; Isya tidak boleh dibaca pada waktu ini.
  • Waktu Isya: Setelah itu hingga tengah malam syar’i; Maghrib tidak boleh dibaca pada waktu ini.

Dengan demikian, Sunni tidak memperbolehkan penggabungan salat Zhuhur-Ashar atau Maghrib-Isya secara mutlak di semua tempat dan waktu, kecuali dalam kondisi tertentu seperti safar atau uzur. Sedangkan Syiah memperbolehkan penggabungan ini secara mutlak, meskipun membacanya terpisah lebih utama.

Titik Kesamaan dan Perbedaan antara Syiah dan Sunni

Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan dalam penggabungan salat:

  • Penggabungan di Arafah dan Muzdalifah: Semua ulama, baik Syiah maupun Sunni, sepakat bahwa penggabungan ini lebih utama.
  • Penggabungan dalam Safar: Kebanyakan ulama Sunni (kecuali Abu Hanifah, Hasan, dan Nakha’i) memperbolehkannya.
  • Penggabungan karena Uzur (selain safar): Kebanyakan ulama Sunni memperbolehkan penggabungan Maghrib dan Isya, kecuali Abu Hanifah yang hanya memperbolehkannya di Arafah dan Muzdalifah.
  • Penggabungan Secara Bebas (Tanpa Uzur): Ulama Syiah sepakat memperbolehkannya, meskipun membacanya terpisah lebih baik. Di sinilah perbedaan utama dengan Sunni, yang tidak memperbolehkannya secara mutlak.

Dari empat poin ini, pada tiga poin pertama, pandangan Syiah selaras dengan mayoritas Sunni (kecuali Abu Hanifah yang berbeda pada dua poin). Perbedaan hanya pada poin keempat, di mana Syiah tidak mewajibkan penggabungan, tapi memperbolehkannya.

Bukti Keabsahan Penggabungan Salat dari Al-Quran dan Hadis

Keabsahan penggabungan salat dalam tiga waktu didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut:

A. Al-Quran

Meskipun Al-Quran membahas kewajiban salat dalam banyak ayat (seperti dalam Surah Al-Baqarah ayat 3, 43, 45, 83, 110, 125, 153, 177, 238, 277, dan surah-surah lain, total 82 ayat), ia tidak merinci detailnya. Namun, mengenai waktu salat, Al-Quran menyatakan: “Dirikanlah salat dari terbenamnya matahari (saat zhuhur) hingga gelap malam (tengah malam), dan (juga) bacaan Al-Quran pada waktu fajar (salat Subuh); sesungguhnya bacaan Al-Quran pada waktu fajar itu disaksikan (oleh malaikat malam dan siang).” (Surah Al-Isra’ ayat 78).

Dari ayat ini, Al-Quran menyebutkan tiga waktu untuk salat: dari zhuhur hingga tengah malam (untuk Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya), dan waktu fajar untuk Subuh. Bukan lima waktu secara terpisah.

B. Sunnah (Hadis)

  1. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW menggabungkan salat Zhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya. Ketika ditanya alasannya, beliau bersabda: “Aku melakukan ini agar tidak memberatkan umatku.”
  2. Hadis lain menyebutkan bahwa Nabi menggabungkan Zhuhur-Ashar dan Maghrib-Isya tanpa ada rasa takut atau sedang safar.
  3. Imam Ja’far Shadiq AS bersabda: “Ketika matahari condong, waktu salat Zhuhur dan Ashar tiba bersama, kecuali Zhuhur dibaca sebelum Ashar. Kemudian, engkau bebas membacanya kapan saja hingga matahari terbenam.”
  4. Imam Muhammad Baqir AS bersabda: “Ketika matahari melewati tengah langit, waktu Zhuhur dan Ashar tiba. Ketika matahari terbenam, waktu Maghrib dan Isya tiba.”
  5. Muslim meriwayatkan bahwa Nabi menggabungkan salat selama Ghazwah Tabuk, antara Zhuhur-Ashar dan Maghrib-Isya. Sa’id bin Jubair bertanya kepada Ibnu Abbas tentang alasannya, dan Ibnu Abbas menjawab: “Nabi ingin tidak memberatkan umatnya.”

Selain itu, terdapat banyak hadis dari Nabi SAW dan ulama Sunni yang memperbolehkan penggabungan salat bahkan tanpa safar atau bahaya.

Kesimpulan

Secara ringkas, membaca salat dalam lima waktu terpisah memang lebih utama, tetapi menurut pandangan Syiah, hal itu tidak wajib. Perbedaan dengan Sunni muncul dari cara memahami aturan syar’i. Berdasarkan hadis-hadis dari Ahlul Bait AS dan ayat Al-Quran seperti “Aqimish shalata liduluki syamsi ila ghasaqil lail”, waktu Zhuhur dan Ashar adalah dari zhuhur syar’i hingga terbenam matahari, di mana keduanya boleh dibaca secara bersamaan atau terpisah. Demikian pula untuk Maghrib dan Isya. Disunnahkan membaca salat harian dalam lima waktu, tapi penggabungan diperbolehkan. Perbedaan dengan Sunni adalah pada kebolehan penggabungan ini; Sunni menganggapnya tidak boleh kecuali dalam kondisi tertentu, sementara Syiah memperbolehkannya meskipun terpisah lebih disukai.

Dengan demikian, praktik umat Syiah ini memiliki dasar yang kuat dari Al-Quran dan Sunnah, yang bertujuan untuk memudahkan umat tanpa mengurangi esensi ibadah.

[islamquest]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dukung Kami Dukung Kami