Di tengah gemuruh kekuasaan Bani Abbasiyah yang penuh intrik, seorang manusia suci mengukir jejak abadi dalam sejarah Islam. Imam Ja’far ash-Shadiq (as), cucu Rasulullah (saw) yang ilmunya memancar laksana matahari, syahid pada tahun 148 Hijriyah akibat racun yang diperintahkan oleh Khalifah Mansur ad-Dawaniq—penguasa zalim yang gemar menumpahkan darah Ahlul Bait (as).
Dua Riwayat tentang Hari Kesyahidan
Para sejarawan berselisih pendapat mengenai tanggal pasti kesyahidan Imam Shadiq (as):
- 25 Syawal – Riwayat yang lebih masyhur di kalangan ulama Syiah.
- Pertengahan Rajab – Riwayat minoritas yang kurang populer.
Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa beliau wafat pada 25 Syawal 148 H, setelah memakan anggur beracun yang dikirim oleh Mansur.
Kegagalan Konspirasi Mansur ad-Dawaniq
Mansur, yang ketakutan akan pengaruh Imam Shadiq (as) di kalangan umat, berulang kali berusaha membunuhnya. Namun, setiap kali niat jahat itu muncul, mukjizat Ilahi menggagalkannya:
- Pedang yang Tak Berdaya
- Suatu hari, Mansur memerintahkan algojonya, Rabi’, untuk membunuh Imam saat beliau masuk. Namun, begitu Imam tiba, Mansur tiba-tiba berubah sikap, memuliakannya, dan malah memenuhi segala permintaannya.
- Rabi’ heran dan bertanya, “Wahai Putra Rasulullah, doa apa yang kau baca hingga selamat?” Imam mengajarkannya sebuah doa penjaga dari kezaliman.
- Naga Penjaga Imam
- Dalam versi lain, Mansur mengaku melihat naga raksasa yang mengancam akan menghancurkannya jika ia menyakiti Imam.
- Perintah Pembunuhan yang Gagal
- Suatu hari, Mansur memerintahkan Ibrahim bin Jabalah untuk membunuh Imam. Namun, saat bertemu, Ibrahim terpana oleh wibawa Imam dan tak sanggup melakukannya.
- Imam kemudian membaca doa, dan Mansur—yang awalnya berniat membunuh—justru melepaskannya setelah mendengar sabda: “Kita akan berpisah sebentar lagi.”
- Pengakuan Mansur yang Frustasi
- Dalam sebuah percakapan dengan pejabatnya, Mansur mengeluh: “Aku telah membunuh ratusan keturunan Fatimah, tapi pemimpin mereka (Imam Shadiq) tetap hidup. Aku tak bisa berbuat apa-apa!”
- Saat algojonya bersiap memenggal Imam, tiba-tiba istana berguncang seperti kapal di lautan, dan Mansur pun berlari menyambut Imam dengan ketakutan.
Detik-Detik Terakhir & Wasiat Suci
Menjelang wafat, Imam Shadiq (as) berpesan:
- Kepada Keluarga
- “Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.”
- Meminta diadakan majelis duka di Mina setiap musim haji.
- Kepada Umat
- Berwasiat agar menjaga wibawa, kejujuran, dan persaudaraan, serta menjauhi dengki dan maksiat.
- “Sesungguhnya syafaat kami tidak akan menyentuh orang yang meremehkan shalat.”
- Penunjukan Imam Pengganti
- Meski secara lahir menulis lima nama (termasuk Mansur) dalam wasiat untuk menyelamatkan Imam Musa al-Kadzim (as) dari pembunuhan, hakikatnya beliau telah menunjuk Imam Musa al-Kadzim (as) sebagai penerus imamah.
Makam Suci yang Dihancurkan
Imam Shadiq (as) dimakamkan di Pemakaman Baqi’, Madinah, di samping ayahanda dan kakeknya. Dahulu, makamnya berdiri megah dengan kubah yang menjadi tempat ziarah umat. Namun, pada tahun 1344 H, kaum Wahhabi yang ekstrem menghancurkannya.
Namun, janji Imam tetap abadi:
“Barangsiapa menziarahi kuburku, dosanya diampuni, dan ia tidak akan mati dalam kemiskinan.” (Imam Shadiq as)
“Siapa yang ziarah ke makam Imam Shadiq atau Imam Baqir (as), ia akan selamat dari penyakit mata dan musibah dunia.” (Imam Hasan al-Askari as)
Warisan Abadi: Ilmu & Keteladanan
Imam Shadiq (as) bukan hanya syahid—beliau adalah guru besar umat, yang melahirkan ribuan murid dalam bidang hadis, fikih, dan tauhid. Di tengah kegelapan politik Abbasiyah, cahaya ilmunya tetap bersinar, membuktikan:
“Kebenaran takkan pernah mati, meski para tiran berusaha memadamkannya.”
Semoga kita termasuk orang-orang yang mencintai dan meneladaninya. اللهم صل على محمد وآل محمد
Sumber: Ahlolbait.com