Wafatnya Rasulullah (SAW) adalah peristiwa pada tahun 11 Hijriah yang menyebabkan kaum Muslimin mengalami perpecahan, dan hal ini memiliki pengaruh besar terhadap nasib mereka. Berdasarkan pendapat masyhur Syiah, wafat atau syahidnya Rasulullah (SAW) terjadi pada tanggal 28 Shafar, sementara menurut pendapat masyhur Ahlusunnah terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awal. Pembahasan mengenai wafat atau syahidnya Rasulullah serta konsekuensinya juga merupakan pembahasan penting dalam sejarah Islam. Berdasarkan riwayat-riwayat yang dinukil dalam sumber-sumber hadis Syiah dan Sunni, Syaikh Mufid, Syaikh Thusi, dan Allamah Hilli menegaskan bahwa Rasulullah (SAW) diracun dan syahid oleh seorang wanita Yahudi. Namun, sebagian meyakini bahwa Rasulullah wafat secara wajar. Menurut Sayid Ja’far Murtadha Amili, seorang ulama dan peneliti sejarah Islam, Rasulullah beberapa kali menjadi target percobaan pembunuhan dan wafat akibat racun.

Menurut laporan sumber-sumber sejarah, setelah wafatnya Rasulullah (SAW), penduduk Madinah, khususnya putrinya Fatimah (SA), sangat berduka cita. Umar bin Khatab bersikeras bahwa Rasulullah tidak wafat dan mengancam akan membunuh orang-orang yang meyakini beliau telah wafat, hingga Abu Bakar tiba dan menenangkannya dengan membacakan ayat 144 Surah Ali ‘Imran. Sebagian menganggap tindakan Umar ini sebagai rencana yang telah dirancang sebelumnya untuk mengangkat Abu Bakar ke tampuk kekuasaan.
Menurut sejarawan, Imam Ali (AS) dengan bantuan orang-orang seperti Fadhl bin Abbas dan Usamah bin Zaid mempersiapkan jasad Rasulullah untuk dimakamkan dan memakamkannya di rumahnya. Pada saat pemakaman Rasulullah, sebagian pemuka Anshar dan Muhajirin berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah dan, bertentangan dengan wasiat Rasulullah, menunjuk Abu Bakar sebagai pengganti (khalifah) Rasulullah.
Kedudukan dan Pentingnya
Wafatnya Nabi Muhammad SAW memiliki pengaruh yang nyata dan penting terhadap nasib kaum Muslimin. Segera setelah wafatnya Rasulullah, sekelompok tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah dan memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Para pendukung khalifah juga menyerang rumah Ali dan Fatimah, menantu dan putri Rasulullah, untuk memaksa mereka berbaiat. Dalam serangan ini, Fatimah mengalami luka-luka yang menurut keyakinan Syiah menyebabkan kesyahidannya. Menurut keyakinan Syiah, setelah wafatnya Rasulullah, wasiat-wasiat beliau tentang kepemimpinan Imam Ali (AS) tidak dilaksanakan. Dengan demikian, perselisihan tentang suksesi (pengganti) Rasulullah berubah menjadi pertikaian mendalam dalam masyarakat Islam dan menjadi landasan terbentuknya dua mazhab besar, Syiah dan Ahlusunnah.
Di berbagai negara dunia, pada peringatan hari wafatnya Rasulullah (SAW), diadakan upacara-upacara duka. Di Iran, tanggal 28 Shafar sebagai hari wafatnya Rasulullah adalah hari libur resmi, dan kaum Syiah melakukan peringatan duka (azadari) untuk Rasulullah pada hari ini.
Diracun atau Wafat Alami?
Terdapat dua jenis laporan mengenai apakah Rasulullah wafat secara normal atau karena diracun. Sebagian meyakini bahwa wafatnya Rasulullah disebabkan oleh faktor alami. Namun, dalam kitab Al-Kafi berdasarkan hadis dari Imam Shadiq (AS), dalam kitab Bashair al-Darajat (kitab hadis Syiah), dan dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad (kitab sejarah abad ke-3 Hijriah), terdapat laporan-laporan bahwa Rasulullah menyatakan penyakit di akhir hayatnya disebabkan oleh racun akibat memakan daging domba yang dibawakan oleh seorang wanita Yahudi untuk Rasulullah dan para sahabatnya setelah Fathu Khaibar.
Syaikh Mufid, Syaikh Thusi, Allamah Hilli, dan penulis beberapa sumber Ahlusunnah seperti Shahih Bukhari, Sunan Darami, dan Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain menegaskan bahwa Rasulullah (SAW) wafat akibat diracun. Selain itu, Sayid Ja’far Murtadha Amili, sejarawan Syiah, telah mengumpulkan laporan-laporan dari sumber Syiah dan Sunni tentang percobaan pembunuhan terhadap Rasulullah dan meyakini bahwa Rasulullah diracun dan syahid. Ia menyebutkan beberapa musuh internal sebagai pelaku peracunan Rasulullah. Sebagaimana dinukil dalam Tafsir ‘Ayyasyi dari Imam Shadiq (AS), bahwa pelaku peracunan Rasulullah adalah dua orang dari istri-istri beliau.
Kisah Al-Ladud (Pemberian Obat Paksa)
Kisah Al-Ladud, yang oleh sebagian dianggap palsu dan sebagian lagi dianggap khurafat, juga merupakan salah satu peristiwa pada hari-hari sakitnya Rasulullah. Dalam Shahih Bukhari dan Thabaqat Ibnu Sa’ad, diriwayatkan dari Aisyah bahwa pada hari-hari terakhir Rasulullah, ketika beliau pingsan karena parahnya penyakit, mereka menuangkan al-ladud (obat pahit untuk penderita pneumonia/radang paru-paru) ke mulut Rasulullah, tetapi Rasulullah memberi isyarat untuk tidak melakukannya. Ketika kondisi Rasulullah membaik, beliau memerintahkan agar obat tersebut dituangkan ke mulut semua orang yang hadir kecuali pamannya, Abbas. Muhammad Shadiq Najmi, peneliti Syiah, menduga bahwa pemalsu hadis ini mencari pembenaran atas tindakan Umar bin Khattab dalam peristiwa al-dawat wa al-qalam (tinta dan pena) di mana ia menuduh Rasulullah mengigau (berbicara tanpa sadar).
Wafat dan Pemakaman
Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 H di Madinah. Hari wafatnya pada hari Senin disepakati oleh semua sejarawan. Di kalangan Syiah, Syaikh Mufid dan Syaikh Thusi menyatakan tanggalnya adalah 28 Shafar, dan Syaikh Abbas Qumi menganggapnya sebagai pendapat mayoritas ulama Syiah. Menurut Rasul Ja’farian, peneliti sejarah Syiah, tidak ada riwayat yang mendukung tanggal ini dan kaum Syiah menerimanya dengan mengikuti (pendapat) Mufid dan Thusi.
Ahlusunnah melaporkan peristiwa wafatnya Rasulullah pada bulan Rabiul Awal, yaitu pada hari pertama, kedua, dan sebagian kelompok pada hari kedua belas bulan ini; dan sebagian menganggap ini sebagai pendapat masyhur Ahlusunnah. Irbili, penulis manaqib Syiah, dalam Kasyf al-Ghummah juga meriwayatkan sebuah riwayat dari Imam Baqir (AS) bahwa hari wafat Rasulullah (SAW) adalah pada 2 Rabiul Awal, tetapi Syaikh Abbas Qumi menganggapnya karena taqiyyah-nya Irbili. Namun, dua ulama Syiah lainnya, Kulaini dan Muhammad bin Jarir Thabari, juga berpendapat bahwa wafatnya Rasulullah terjadi pada 12 Rabiul Awal.
Sumber-sumber seperti Al-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam (w. 218 H), Al-Thabaqat al-Kubra karya Muhammad bin Sa’ad (w. 230 H), Tarikh Ya’qubi karya Ahmad bin Abi Ya’qub (w. 284 H), Al-Irsyad karya Syaikh Mufid (w. 413 H), dan Al-Shahih min Sirah al-Nabi al-A’zham karya Sayid Ja’far Murtadha Amili (w. 1441 H) memuat pembahasan-pembahasan terkait wafatnya Rasulullah (SAW).
Kafan dan Penguburan
Berdasarkan nukilan Ibnu Sa’ad dalam Al-Thabaqat al-Kubra, setelah wafatnya Rasulullah, orang-orang sangat berduka, dan putrinya Fatimah (SA) terus menangis dan berkata “Wahai ayahku!” (Ya Abatah!), dan setelah wafatnya Rasulullah, tidak ada yang melihatnya tertawa. Dalam Nahj al-Balaghah, diriwayatkan dari Imam Ali (AS) bahwa dengan wafatnya Rasulullah (SAW), dinding dan pintu meratap, dan aku yang menangani memandikan Rasulullah, dengan dibantu oleh malaikat. Mereka menshalatkannya, dan telingaku tidak luput dari suara perlahan mereka yang menshalatkannya.
Menurut laporan sumber-sumber sejarah, Rasulullah wafat dalam pangkuan Ali. Ali memandikan dan mengafani Rasulullah dengan bantuan Fadhl bin Abbas, Usamah bin Zaid, dan orang-orang lainnya. Atas usul Ali (AS), orang-orang masuk ke rumah Rasulullah secara bergelombang dan menshalatkannya tanpa mengikuti imam (seseorang), dan program ini berlanjut hingga keesokan harinya. Berdasarkan apa yang diriwayatkan dalam beberapa riwayat, terdapat beberapa usulan untuk tempat pemakaman Rasulullah, tetapi dengan penekanan Ali bahwa Allah mengambil nyawa para nabi di tempat-tempat paling suci, semua menerima dan jasad Rasulullah dimakamkan di tempat yang sama di mana beliau wafat (rumahnya, tempat tinggal Aisyah). Kuburan disiapkan oleh Abu Ubaidah Jarrah dan Zaid bin Sahl, dan Ali (AS) dengan bantuan Fadhl bin Abbas dan Usamah bin Zaid menguburkan jasad Rasulullah.
Hujrah Nabawiyyah (Kamar Nabi)
Hujrah Nabawiyyah adalah tempat dimakamkannya Rasulullah SAW, yang sebelumnya merupakan tempat tinggal beliau bersama istrinya, Aisyah. Rasulullah SAW jatuh sakit di rumah ini, wafat, dan orang-orang menshalatkan beliau di rumah ini. Atas usulan Imam Ali (AS), Rasulullah dimakamkan di rumah yang sama di mana beliau wafat.
Pada akhir abad pertama Hijriah, di sekitar hujrah dibangun dinding-dinding yang memiliki lima sisi. Penyebabnya dikatakan agar tidak menyerupai Ka’bah. Dalam rekonstruksi-rekonstruksi berikutnya, hujrah ini menjadi bagian dari Masjid Nabawi dan bersama dengan rumah Sayidah Fatimah az-Zahra ditempatkan di dalam sebuah dlarih (keranda atau struktur di atas makam).
Masalah Suksesi (Kepemimpinan)
Hak suksesi (pengganti) Rasulullah dan kepemimpinan atas pemerintahan kaum Muslimin setelah wafatnya beliau adalah salah satu masalah terpenting dan penyebab utama perpecahan di antara kaum Muslimin. Berdasarkan ini, peristiwa-peristiwa sebelum wafatnya Rasulullah dan sedikit setelahnya digambarkan sebagai peristiwa-peristiwa paling sensitif dan dipenuhi oleh politik penyembunyian dan kompleksitas. Berdasarkan analisis sumber-sumber Syiah, Rasulullah, untuk mengukuhkan suksesi Ali setelah pengumuman di Ghadir, berusaha menjauhkan calon-calon penentang kekhalifahan Ali dari Madinah dengan mengikutsertakan mereka dalam pasukan Usamah, menulis wasiat tentang setelah beliau, beberapa kali menekankan hadits Tsaqalain, memperkenalkan wasi (penerus) setelah beliau, dan mencegah Abu Bakar memimpin salat jamaah.
Berdasarkan laporan-laporan sejarah, pendekatan para sahabat terhadap masalah suksesi Rasulullah terbagi dua: sekelompok sahabat berkata bahwa Rasulullah tidak menunjuk siapa pun dan berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah lalu memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Kelompok lain, yang kebanyakan dari Bani Hasyim, berdasarkan perkataan-perkataan Rasulullah meyakini bahwa Rasulullah telah menunjuk Ali untuk setelah beliau, dan karena itu mereka tidak berbaiat kepada Abu Bakar untuk beberapa waktu. Perselisihan kedua kelompok ini menyebabkan pertikaian di Madinah dan penyerangan ke rumah Ali. Menurut beberapa laporan, Ali tidak berbaiat kepada Abu Bakar hingga setelah syahidnya Fatimah. Menurut kitab Sulaim bin Qais al-Hilali dan sumber-sumber lainnya, sekelompok orang pada masa hidup Rasulullah telah bersekongkol untuk menentukan masalah suksesi beliau, yang dalam sumber-sumber tersebut peristiwa ini disebut “Shahifah Mal’unah” (lembaran terkutuk).
Monografi (Karya Tunggal)
Dalam topik wafatnya Rasulullah (SAW), beberapa karya independen, kebanyakan oleh penulis Ahlusunnah, telah ditulis; di antaranya:
- Wafat al-Nabi (SAW), karya Abdul Wahid al-Muzhaffar, berisi alasan-alasan wafat, sakitnya Rasulullah serta durasi dan penyebabnya, peristiwa-peristiwa saat wafat, persiapan jenazah, penguburan, dan berkabung untuk Rasulullah.
- Wafat al-Nabi Muhammad (SAW), karya Syaikh Husain al-Darazi al-Bahrani, yang diterbitkan oleh Muassasah Balagh di Beirut.
- Wafat Rasulullah (SAW) wa Mawdhi’ Qabrihi, tulisan Nabil al-Hasani, berisi tentang bagaimana wafatnya Rasulullah (SAW), tempat dimakamkannya beliau, dan perselisihan yang timbul di antara para sahabat mengenai hal ini.
- Wafat al-Nabi (SAW) wa Azhlamat al-Madinah, karya Nizar al-Na’lawani al-Asqalani, yang diterbitkan pada tahun 1424 H oleh Dar al-Minhaj, Beirut.
- Salwat al-Ka`ib bi Wafat al-Habib (SAW), tulisan Ibnu Nashiruddin, dengan tahqiq (penelitian) Shalih Yusuf Ma’tuq, berisi peristiwa-peristiwa setelah wafat, dukanya para malaikat, memandikan jasad Rasulullah oleh Ali bin Abi Thalib, serta materi tentang anak dan istri-istri Rasulullah (SAW).
[wikishia]