Sabtu, September 13

Mengapa Syiah Mengakhirkan Waktu Berbuka Puasa?

Dalam ajaran Islam, waktu berbuka puasa ditentukan oleh tenggelamnya matahari. Namun, ada perbedaan dalam praktik antara Ahlu Sunnah dan Syiah terkait kapan waktu yang tepat untuk berbuka. Ahlu Sunnah umumnya berbuka begitu matahari terbenam, sedangkan Syiah cenderung menunggu beberapa saat setelahnya. Mengapa demikian?

Dasar Perbedaan dalam Menentukan Waktu Berbuka

Perbedaan ini berasal dari bagaimana masing-masing mazhab memahami dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan hadis.

  1. Ahlu Sunnah
    Ahlu Sunnah berpedoman pada hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ yang menyebutkan bahwa waktu berbuka adalah ketika matahari telah terbenam. Salah satu hadis yang sering dikutip:

    “Jika malam telah datang dari arah sana dan siang telah pergi dari arah sana, serta matahari telah tenggelam, maka saat itulah orang yang berpuasa boleh berbuka.”
    (HR. Bukhari dan Muslim)

    Oleh karena itu, umat Islam dari kalangan Ahlu Sunnah berbuka tepat setelah matahari tenggelam.

  2. Syiah
    Mazhab Syiah, khususnya Ja’fari, memiliki pemahaman yang sedikit berbeda. Mereka berpedoman pada ayat Al-Qur’an yang berbunyi:

    “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam…” (QS. Al-Baqarah: 187)

    Dalam tafsir mereka, “malam” bukan sekadar saat matahari tenggelam, tetapi ketika kegelapan mulai tampak jelas dan sinar kemerahan di langit barat (syafaq ahmar) sudah hilang. Oleh karena itu, mereka menunggu beberapa saat setelah matahari terbenam hingga langit mulai gelap sebelum berbuka.

Landasan Hadis dan Pendapat Ulama Syiah

Sebagian ulama Syiah juga mengutip hadis dari Ahlul Bait yang mengajarkan bahwa berbuka sebaiknya dilakukan setelah memastikan malam benar-benar tiba. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq (imam keenam dalam Syiah) mengajarkan untuk menunggu sekitar 10 hingga 15 menit setelah matahari terbenam sebelum berbuka.

Kesimpulan

Perbedaan waktu berbuka antara Ahlu Sunnah dan Syiah bukan sekadar masalah fiqih biasa, tetapi berkaitan dengan bagaimana mereka memahami dalil Al-Qur’an dan hadis. Ahlu Sunnah mengikuti dalil yang menyatakan bahwa berbuka cukup dengan tenggelamnya matahari, sementara Syiah memahami bahwa “malam” dalam Al-Qur’an adalah ketika kegelapan mulai nyata.

Meskipun ada perbedaan dalam praktik, esensi ibadah puasa tetap sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga waktu yang ditentukan dalam ajaran masing-masing.

Bagaimana menurut Anda tentang perbedaan ini? Silakan bagikan pendapat Anda di kolom komentar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dukung Kami Dukung Kami