Duka syahidnya Imam Shadiq as. belum reda dari hati Imam Kazhim as. yang dipenuhi kesedihan. Kota Madinah masih berkabung, seakan langit pun malu, matahari dan bulan enggan bersinar. Sejak 25 Syawal hingga 11 Dzulqa’dah, tak ada senyum terlihat di wajah siapa pun. Hingga tiba hari ke-11 Dzulqa’dah, ketika matahari terbit dengan cahaya berbeda—membawa kabar gembira: seorang bayi lahir di rumah Imam Kazhim as.
Ya, kelahiran bayi bernama Ali itu bagai obat bagi luka semesta. Selamat atas kelahiran suci Imam Ali bin Musa ar-Ridha as., sang pelita kebijaksanaan!
Sang Ibu: Permata yang Melahirkan Cahaya
Hamidah, ibu Imam Kazhim as., membeli seorang budak perempuan bernama Taktam—wanita cerdas, berbudi luhur, dan penuh kesalehan. Suatu hari, Hamidah berkata pada putranya:
“Wahai anakku, Taktam adalah hamba terbaik. Aku yakin keturunannya akan suci.”
Tak lama kemudian, lahirlah Imam Ridha as. dari rahim Taktam, yang kemudian bergelar Thahirah (Yang Suci).
Ramalan dari Ahli Kitab
Sebelumnya, seorang perempuan ahli kitab pernah meramal:
“Budak ini tak pantas untukmu. Ia akan menjadi milik manusia terbaik di bumi. Anaknya akan memimpin Timur dan Barat!”
Mimpi Nabi: Kabar Gembira untuk Umat
Hamidah bermimpi bertemu Rasulullah saw., yang bersabda:
“Serahkan Najmah (Taktam) pada Musa (Kazhim), karena dari rahimnya akan lahir manusia terbaik di muka bumi.”
Imam Kazhim as. juga mendapat pesan leluhurnya dalam mimpi:
“Wahai Musa, anak ini akan menjadi penerusmu. Namailah ‘Ali’—Dia akan membawa keadilan dan rahmat Allah.”
Imam Shadiq as. yang Rindu
Imam Shadiq as. sering berujar sebelum wafatnya:
“Aku ingin bertemu ‘Alim Al Muhammad’ (Sang Ilmuwan Keluarga Nabi) yang akan lahir dari keturunanmu, Musa.”
Sayang, beliau wafat beberapa hari sebelum Imam Ridha as. lahir.
Kelahiran yang Penuh Mukjizat
Najmah, sang ibu, bercerita:
“Begitu lahir, bayi itu meletakkan tangan di tanah, mengangkat kepala ke langit, dan berbicara dengan kalimat samar. Imam Kazhim as. segera mengumandangkan azan di telinga kanannya, iqamah di kiri, lalu membuka mulutnya dengan air Sungai Furat. Beliau berbisik: ‘Dia adalah penerusku, Hujjah Allah di bumi.’”
Sisi Menakjubkan Imam Ridha as.
- Lautan Ilmu
“Tak ada yang lebih berilmu dari Ali bin Musa,” kata Abashalt, seorang sahabat. Bahkan Khalifah Al-Ma’mun mengundang ulama berbagai agama untuk berdebat, tapi semua kalah oleh kedalaman Imam Ridha. - Sopan Santun Tiada Tara
- Tak pernah memotong pembicaraan.
- Tak pernah menolak permintaan selama mampu.
- Makan bersama budak-budaknya dengan rasa hormat.
- Selalu menyisihkan makanan terbaik untuk fakir miskin.
- Ahli Ibadah yang Tawadhu’
- Begadang untuk tahajud hingga subuh.
- Khatam Al-Qur’an setiap 3 hari dengan perenungan mendalam.
- Gemar bersedekah di kegelapan malam.
“Ibadah bukan cuma puasa dan shalat, tapi merenungi kebesaran Allah,” sabdanya.
Wasiat Imam Ridha tentang Kepemimpinan
Di Masjid Merv, beliau menjelaskan:
“Imam adalah amanah Allah di bumi. Dia suci dari dosa, pemersatu umat, pembawa ilmu langit, dan tiada tandingannya.”
Keutamaan Ziarah ke Makamnya
Imam Ridha as. berjanji:
“Siapa yang menziarahiku, aku akan menziarahinya di hari Kiamat—menyelamatkannya saat hisab, di Shirath, dan timbangan amal.”
Mutiara Hikmah Sang Imam
- “Sahabat terbaikmu adalah akal, musuh terbesarmu adalah kebodohan.”
- “Ridha dengan rezeki sedikit? Allah pun ridha dengan amalmu yang sedikit.”
- “Diam adalah gerbang kebijaksanaan.”
- “Murah hati adalah separuh kecerdasan.”
Maha Besar Allah yang memberi kita cahaya bernama Imam Ridha—sang pembawa rahmat abadi!
Sumber: Beytoote