Di masa kekhalifahannya di Kufah, Imam Ali (a.s) kehilangan baju zirahnya. Beberapa waktu kemudian, zirah itu ditemukan berada di tangan seorang pria Nasrani. Imam Ali tidak serta-merta mengambilnya kembali, melainkan membawa perkara tersebut ke pengadilan. Ia menyatakan bahwa zirah itu miliknya, belum pernah dijual atau diberikan, dan kini berada di tangan orang lain tanpa hak.
Sang hakim, dengan adil, meminta Imam Ali menghadirkan saksi karena ia adalah pihak yang mengklaim. Imam Ali pun tersenyum dan mengakui bahwa ia memang tak punya saksi. Maka, berdasarkan hukum, hakim memutuskan bahwa zirah itu milik si Nasrani.
Namun, tak lama setelah keluar dari pengadilan, pria Nasrani itu merasa tersentuh oleh keadilan dan kerendahan hati seorang khalifah yang tunduk pada hukum tanpa memanfaatkan kedudukannya. Ia kembali dan dengan jujur mengakui bahwa zirah itu memang milik Imam Ali. Ia juga menyatakan kekaguman atas pemerintahan yang begitu adil, bahkan menyebutnya sebagai keadilan para nabi.
Tak lama kemudian, ia memeluk Islam dan dengan semangat bergabung dalam barisan pasukan Imam Ali di Perang Nahrawan.
Sebuah kisah nyata yang membuktikan bahwa keadilan sejati bukan hanya menaklukkan hati—ia membimbing menuju kebenaran.
Sumber: ahlolbait.com