Sabtu, September 13

Hukum-hukum keraguan dan yang membatalkan dalam shalat

Yang berikut ini adalah pelajaran ke-48 dan ke-49 dari jilid pertama Risalah Edukatif tentang hukum-hukum dan permasalahan syariat, yang disusun dan diterbitkan sesuai dengan fatwa Ayatollah Agung Sayyid Ali Khamenei (semoga beliau selalu dalam lindungan Allah).


Pembatal Salat

  1. Hilangnya salah satu hal yang wajib dijaga saat salat, seperti menutup aurat atau tempat salat bukan tempat yang haram (ghasbi).
  2. Batalnya wudu.
  3. Menghadap selain kiblat saat salat.
  4. Berbicara.
  5. Salat dengan tangan bersedekap (menyilangkan tangan di dada) seperti yang dilakukan oleh sebagian mazhab.
  6. Mengucapkan “Amin” setelah membaca surah Al-Fatihah.
  7. Tertawa.
  8. Menangis.
  9. Melakukan sesuatu yang merusak bentuk salat, seperti bertepuk tangan atau melompat.
  10. Makan dan minum.
  11. Keraguan yang membatalkan salat, seperti ragu dalam jumlah rakaat salat dua atau tiga rakaat.
  12. Menambah atau mengurangi rukun salat, seperti ruku’.

Catatan:
Hal-hal yang membatalkan salat disebut Mubṭilātus Shalāh (مبطلات نماز).

Penjelasan lebih lanjut:

  1. Hilangnya hal-hal yang wajib dijaga saat salat
    Jika seseorang menyadari saat salat bahwa tempatnya ghasbi atau auratnya terbuka, maka salatnya batal.
  2. Batalnya wudu
    Jika terjadi sesuatu yang membatalkan wudu atau mandi wajib (seperti tidur atau keluar air seni) saat salat, maka salat batal.
  3. Menghadap selain kiblat
    Jika sengaja memalingkan wajah atau tubuh dari kiblat hingga bisa melihat sisi kanan atau kiri dengan mudah, maka salat batal. Jika tidak sengaja, menurut ihtiyath wajib (kehati-hatian yang harus diikuti), salat juga batal. Jika hanya memalingkan sedikit, salat tidak batal.
  4. Berbicara
    Jika sengaja berbicara walau hanya satu kata, salat batal. Catatan:
    • Mengeraskan suara dalam membaca ayat atau zikir untuk memberitahu orang lain diperbolehkan selama tidak keluar dari bentuk salat dan niat tetap membaca ayat atau zikir.
    • Jika seseorang memberi salam kepada sekelompok orang dan salah satunya sedang salat, maka yang sedang salat tidak wajib menjawab jika orang lain sudah menjawab.
    • Menjawab salam yang tidak dengan kata-kata salam yang sah (seperti “hai” atau sapaan biasa) tidak diperbolehkan saat salat.
    • Menjawab salam anak-anak yang sudah bisa membedakan (mumayyiz) tetap wajib.
    • Jika seseorang mendengar salam namun tidak menjawab karena lupa, maka tidak wajib menjawab jika sudah terlalu lama waktunya.
    • Jika orang mengucapkan “Salam” saja (bukan “Assalamu’alaikum”) dan dianggap salam secara adat, maka wajib dijawab.
    • Jika beberapa orang memberi salam sekaligus, cukup satu jawaban yang mencakup semuanya, seperti “Assalamu’alaikum”.
  5. Tangan disedekapkan (Taqtif)
    Salat dengan tangan bersedekap sebagaimana sebagian mazhab tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat.
  6. Mengucapkan “Amin” setelah Al-Fatihah
    Tidak diperbolehkan mengucapkan “Amin” setelah membaca Al-Fatihah, kecuali dalam keadaan taqiyyah (menjaga diri dalam kondisi bahaya).
  7. Tertawa
    Tertawa dengan suara keras dan sengaja (terbahak-bahak) membatalkan salat.
  8. Menangis
    Menangis dengan suara dan sengaja karena urusan duniawi membatalkan salat. Namun jika karena takut kepada Allah atau urusan ukhrawi, maka tidak masalah, bahkan termasuk perbuatan yang baik.
  9. Melakukan sesuatu yang merusak bentuk salat
    Seperti bertepuk tangan atau melompat. Namun jika hanya gerakan kecil dengan tangan, mata, atau alis untuk memberi isyarat, dan tidak merusak ketenangan dan bentuk salat, maka tidak membatalkan salat. Catatan tambahan:
    • Menutup mata saat salat tidak membatalkan salat, tapi hukumnya makruh.
    • Mengusap wajah setelah qunut hukumnya makruh, tapi tidak membatalkan salat.
    • Menunjukkan rasa iri, dendam, atau permusuhan kepada orang lain saat salat hukumnya haram, tetapi tidak membatalkan salat.
  10. Keraguan yang membatalkan salat
    Misalnya ragu pada jumlah rakaat dalam salat dua atau tiga rakaat.

Keraguan dalam Salat (Shakiyat)

Keraguan dalam salat terbagi menjadi 23 jenis:

A. 8 Keraguan yang Membatalkan Salat:

  1. Ragu dalam rakaat salat dua rakaat (seperti Subuh atau salat musafir).
  2. Ragu dalam rakaat salat Maghrib.
  3. Dalam salat empat rakaat, jika salah satu kemungkinan adalah satu rakaat.
  4. Dalam salat empat rakaat, sebelum selesai sujud kedua, jika ragu antara dua dan tiga rakaat.
  5. Ragu antara dua dan lima rakaat, atau lebih dari lima.
  6. Ragu antara tiga dan enam rakaat, atau lebih.
  7. Ragu antara empat dan enam rakaat, atau lebih.
  8. Tidak tahu sama sekali berapa rakaat yang telah dikerjakan.

B. 6 Keraguan yang Tidak Perlu Diperhatikan:

  1. Ragu setelah melewati tempatnya, misalnya setelah ruku’ ragu apakah sudah membaca Al-Fatihah.
  2. Ragu setelah salam.
  3. Ragu setelah waktu salat telah berlalu.
  4. Orang yang terlalu sering ragu (katsirat asy-syak).
  5. Ragu antara imam dan makmum.
  6. Ragu dalam salat sunnah.

Catatan:

  • Jika seseorang ragu setelah bertahun-tahun tentang apakah salatnya dulu sah atau tidak, tidak perlu dihiraukan.
  • Orang yang sering ragu-ragu harus menganggap sudah melakukan hal yang diragukan, kecuali hal itu bisa membatalkan salat.
  • Ragu dalam bacaan atau gerakan salat sunnah, hukumnya sama dengan salat wajib. Jika belum melewati tempatnya, harus diulang; jika sudah lewat, abaikan.

C. 9 Keraguan yang Sah:

Ragu dalam salat empat rakaat yang dapat ditangani:

  1. Ragu antara dua dan tiga setelah mengangkat kepala dari sujud kedua.
  2. Ragu antara dua dan empat setelah sujud kedua.
  3. Ragu antara dua, tiga, dan empat setelah sujud kedua.
  4. Ragu antara empat dan lima setelah sujud kedua.
  5. Ragu antara tiga dan empat di mana saja dalam salat.
  6. Ragu antara empat dan lima dalam keadaan berdiri.
  7. Ragu antara tiga dan lima dalam keadaan berdiri.
  8. Ragu antara tiga, empat, dan lima dalam keadaan berdiri.
  9. Ragu antara lima dan enam dalam keadaan berdiri.

Catatan Tambahan:

  • Jumlah rakaat salat ihtiyat (salat pengganti untuk ragu jumlah rakaat) disesuaikan dengan kekurangan yang mungkin terjadi. Misalnya, dalam ragu antara dua dan empat, wajib salat ihtiyat dua rakaat.
  • Jika seseorang membaca zikir atau doa salat atau qunut dengan kesalahan karena lupa, sujud sahwi tidak wajib.

Referensi: khamenei.ir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dukung Kami Dukung Kami